Pages

Oct 1, 2015

KKR Nias 2015 and the Attributes of God: GOD IS ALMIGHTY

I was so overwhelmed. I was shaking with fear and joy at the same time. I was.. I was.. really feeling so small and unworthy. What have I done? What have I done to have been given such privilege to see and experience it? Nothing. I have done nothing but keep on disappointing HIM.... 
And yet there HE was... displaying some of HIS Great Attributes to me.


GOD IS ALMIGHTY
Allah Maha Kuasa. He is Great. Oh yes, He is. Bayangkan 95 orang digerakkan Tuhan dari berbagai kota besar yang modern dan nyaman, 95 orang dari berbagai latar belakang, profesi dan kondisi keuangan yang berbeda-beda, 95 orang dengan tingkat kesibukan yang tinggi .. memberikan waktu, tenaga dan uang untuk pekerjaan Tuhan di daerah yang sulit dijangkau dan bahkan beberapa benar-benar tidak bisa dijangkau.

Kami berasal dari Tangerang, Bogor, Jakarta, Medan, dan Sydney. Kami membeli tiket, membayar hotel, membayar sewa mobil, membayar makan, membayar ojek untuk membawa kami ke sekolah-sekolah yang tidak bisa dijangkau mobil .. semua dengan biaya sendiri. Ada yang harus menabung setahun untuk bisa ikut ke Nias.

Kami dibagi beberapa team. Gunung Sitoli, Nias Induk, Nias Utara, Nias Selatan. Aku diminta menjadi Koord Nias Induk. Sampai heran.. aku kan newbie, waktu di RS aku sempat meminta diganti, tapi tidak terjadi. Daerah Nias Induk dibagi dalam 6 kecamatan dan kecamatan yang aku layani, adalah Idano Gawo. Kami ber-4, 3 pengkotbah dan 1 pendamping. Menurut Merry, ketua tim Idano Gawo.. kami diberi Idano Gawo karena katanya daerah ini cukup mudah untuk.. tim MANULA. Ya, kami disebut tim manula.. hahaha.. Memang kami semua sudah lumayan "senior". Pak Iwan sudah 60+, Pak Paulus sudah 50+, Merry dan aku sudah 40+. Ditambah Merry unfortunately memiliki keterbatasan fisik dan bahkan awal October harus menjalani operasi lagi.

Hari pertama, Senin cukup ringan. Semua lokasi bisa dijangkau dengan mobil. Puji Tuhan. Kami menyusur jalan utama pulau Nias dari basecamp di Kaliki sampai pusat kecamatan Idano Gawo di Tetehosi selama hampir 1.5 jam dan menemukan beberapa sekolahan di sepanjang jalan itu. Tapi kami tidak turun karena itu adalah daerah Gido, ada team lain yang melayani.

Hari kedua, Selasa. Lokasi sekolah sudah mulai masuk ke dalam, tidak disekitar jalan raya lagi. Bersyukur semua masih bisa dijangkau dengan mobil. Karena lokasi yang jauh, ada satu sekolah SMP yang ketika aku tiba disana, pas waktu mereka bubar. Hari ketiga, Rabu. Lokasi sudah mulai jauh masuk ke dalam. Dan Pak Paulus yang di drop paling pagi di sebuah sekolah, harus naik ojek untuk mendatangi sekolah berikutnya. Merry dan aku melanjutkan naik mobil mencari sekolah lain yang belum dilayani.

Hari keempat, Kamis. Tidak terlupakan. Aku tahu ada satu sekolah yang harus dijangkau dengan naik kapal kecil selama 20 menit. Tahun sebelumnya Ibu Mei sudah mendatangi sekolah itu dan berpesan aku harus datang melayani mereka disana. Awalnya, rencana kesana dengan Pak Paulus, tapi karena masih banyak sekolah yang belum dilayani, kami harus split. Pak Paulus kami drop di sebuah tempat dan harus melanjutkan naik ojek. Merry di drop disebuah tempat dan harus meneruskan dengan sepeda motor melanjutkan perjalanan jalan kaki menempuh perjalanan becek dan berlumpur ke desa Sandruta. Sementara aku.. harus naik kapal kecil mengarungi Samudera Hindia menuju LAIRA.

Perjalanan Merry menuju Desa Sandruta






















Laira adalah sebuah desa nelayan kecil yang lumayan terpencil. Akses ke desa itu bisa ditempuh dengan kapal kecil selama 20 menit. Kalau laut surut, bisa jalan kaki selama 1 jam atau naik motor selama 15 menit menyusur pantai. Aku sengaja belanja snacks dan buku2 rohani untuk anak2 disana sebelum berangkat, ditemani oleh supir mobil sewaan setiap hari membawa kami melayani. Aku sebetulnya cukup kaget, Pak Journi mau menemani. Tapi aku rasa memang Tuhan atur demikian dan menggerakan hati Pak Journi untuk bersedia menemani.

Kami berangkat naik kapal kecil yang sudah di book oleh Merry sehari sebelumnya. Sebenarnya Ibu Mei dan Afifa mengingatkan untuk berangkat pagi-pagi sekali. Karena harus bisa kembali sebelum jam 10:30, lewat jam itu, ombak sudah besar dan kemungkinan besar kapal tidak bisa kembali. Tapi sewaktu memesan kapal, Merry diberi tahu pemilik kapal bahwa berangkat jam 9 saja, tidak apa.

Laira berada dibalik pulau













Aku menikmati perjalanan ku menuju Laira ditengah-tengan alunan ombak dan gerimis kecil. Karena pengetahuanku tentang laut dan ombak sangat sangat minim.. sebenarnya aku tidak bisa membedakan apakah gerimis itu sebenarnya adalah percikan air laut, ataukan gerimis beneran. Jadi yaa..nikmati saja.













Sampai di Laira, aku sudah ditunggu oleh guru SDN Laira di bibir pantai. Dan harus mampir di rumahnya yang sederhana untuk membersihkan pasir di kaki supaya bisa memakai sepatu lagi. Ternyata pemilik perahu yang kami sewa adalah suami dari guru ini. Kami segera bergegas ke sekolah. Aku meminta anak-anak dikumpulkan saja disatu ruangan karena jumlah mereka tidak terlalu banyak, hanya sekitar 90an.

Aku sudah menyiapkan hati untuk berbicara lebih pelan dengan bahasa yang jauh lebih sederhana.. tapi ternyata semua anak kelas 1 tidak ada yang bisa bahasa Indonesia.. Jadi, aku segera menarik Pak Journi untuk membantu menterjemahkan beberapa hal yang penting ke dalam bahasa Nias. Sesi berjalan baik. Aku meminta anak-anak bernyanyi lagu rohani dalam bahasa Nias. Kepo karena tidak tahu artinya, aku bertanya apakah lagu itu ada versi bahasa Indonesia? Dan puji Tuhan ada.

Aku rasa aku tinggal lebih lama dari pada sesi2 sebelumnya disekolah lain. Sampai lewat jam 11 aku baru selesai dan ternyata.. hujan. Waktu kembali ke pantai, perahu yang membawa kami ke Laira tidak berani membawa kami kembali karena hujan sudah mulai turun dan angin kencang sekali. Awalnya aku sempat bingung karena tidak tahu apa yang terjadi. Pak Journi, Ibu guru dan suaminya semua berbicara dengan bahasa Nias. Sebagian anak-anak yang ikut mengantar aku mulai terlihat menggigil. "Dingin Bu... " kata mereka. Lalu aku bilang, ya sudah, sekarang kalian pulang saja. Entah karena taat atau memang karena dingin, sebagian besar langsung pulang..

Aku bilang ke Pak Jouni, kita harus pulang, jalan kaki pun tidak apa. Pak Journi terlihat pucat dan kaget. Jauh Bu.. katanya. Tenang Pak.. aku gak akan minta gendong kok, balasku. Setelah sedikit keributan dalam bahasa Nias terjadi, Pak Journi bilang padaku: mereka mau antar kita naik kereta. Kereta adalah istilah orang Nias untuk menyebut motor. Aku menjawab.. oh bisa yah?

Langit sudah mulai gelap dan gerimis sudah mulai terasa semakin menusuk kulit. Aku melihat ke hamparan laut di depanku.. waaah.. aku harus bisa pulang. Jalan kakipun aku harus pulang. Karena kalau sudah sempat hujan deras dan badai.. mungkin aku harus nginap di Laira.

Akhirnya ibu guru sekolah dan suaminya datang dengan 2 motor. Mereka bilang, semoga bisa menghantar kami sampai pantai seberang karena ada beberapa sungai yang harus kita lewati. Aku masih tidak terlalu mengerti apa maksudnya, karena aku berpikir...menyusur pantai bukan menyeberangi sungai.

Kami bergegas. Aku dibonceng ibu guru, Pak Journi dibonceng suaminya ibu guru itu, pemilik perahu. Baru sekali ini aku naik motor di pinggir pantai. tentu saja.. jalannya empuk karena pasir basah. Kami melaju dengan pemandangan indah laut Hindia yang mulai gelap di sebelah kiri kami, gerimis yang mulai deras menerpa wajah di depan kami dan hutan/rawa tak berpenghuni di sebelah kanan kami. Beberapa kali kami harus melewati aliran air yang mengalir dari hutan / rawa itu menuju laut sampai akhirnya kami bertemu aliran yang besar dan kami berhenti. Mereka berbicara dalam bahasa Nias dan aku melihat mereka terlihat sangat bingung.

"Apakah kita bisa menyeberang?" tanyaku. Ibu guru segera turun dari motor dan masuk kedalam aliran sungai itu.. makin lama makin dalam sampai setinggi paha. Dia mencari jalan yang lebih rendah dengan cara lebih masuk ke dalam laut. Mereka semua bicara dalam bahasa Nias dan aku tidak mengerti apa sebenarnya rencana mereka.

Pak Journi bilang.. sepertinya kereta tidak bisa menyeberang .. Aku bilang. Oke kita lanjutkan jalan kaki. Pak Journi tampak sangat cemas. "jauh Bu".. gapapa. aku kuat. Pak Journi gak kuat? Bukan Bu. Aku kuatir dengan Ibu... katanya.

Aku dan Pak Journi menyeberang sungai





















Kami segera menyeberang, air memang tidak terlalu tinggi, hanya sepaha. Tapi motor memang tidak akan bisa masuk, selain takut terbawa arus yang deras, juga pasti akan merusak mesin akan terendam air asin. Sukses menyeberang, kami mulai berjalan. Pak Journi bolak balik nengok ke belakang karena 2 orang itu masih melihat kami, kami sampai kami benar2 tidak bisa melihat mereka lagi.

Kami berjalan selama lebih dari 1 jam. Aku bersyukur Tuhan menggerakan hati Pak Journi untuk menemani ke Laira. Kalau tidak dengan Pak Journi, aku harus berjalan sendiri menyusur pantai. Sepanjang jalan dia bernyanyi-nyanyi... "seluas benua, tinggi setinggi langit. Sedalam lautan, kasih Yesusku. Ku orang berdosa, yang diampuniNya. FirmanNya mengajarku, kasihNya menyelamatkanku.... Dan akhirnya sepanjang jalan kami menyanyikan lagi itu bersama-sama.

Di tengah jalan, aku bertemu dengan 4 anak SMP yang baru pulang sekolah. Mereka dari pantai besar menuju Laira, berjalan kaki. Aku tanya.. kalian setiap hari berjalan kaki lewat pantai ini ke sekolah? Iyaa.. kata mereka. Dan pertemuan itu membuat langkah kaki ku semakin ringan.













Sepanjang waktu di Laira dan perjalanan pulang, tidak ada signal handphone sama sekali. Aku sudah set janji dengan Merry, kalau sampai jam 1 tidak ada contact, dia harus segera cari cara untuk kembali ke basecamp di gunung sitoli. Aku sudah mencoba kirim SMS, tapi tidak juga terdeliver. Aku lihat jam sudah jam 1 kurang 10 ketika kami sampai di pantai besar. Kami segera bergegas, masuk mobil dan tancap gas. Berdoa semoga Merry masih menunggu kami.

Dan, Tuhan menjawab doa. Merry masih duduk manis dengan pemilik warung ketika kami tiba. Hujan sudah mulai bertambah deras waktu itu. Kami segera melaju kembali untuk menjemput Pak Paulus yang tadi pagi kami tinggalkan harus naik ojek. Ditengah jalan, signal handphone mulai muncul dan WA Pak Paulus masuk: saya sudah di meeting point, menunggu kalian jemput.

Setelah menjemput Pak Paulus, kami berangkat ke basecamp di Gunung Sitoli. Di tengah jalan, Pak Theo mengirim WA. Saya sudah landing di Nias. Pak Iwan, anggota group hanya bisa ikut pelayanan sampai dengan Rabu. Dan Rabu kemarin dia sudah pulang kembali terbang ke Medan. Hari Kamis, kami dapat anggota tim baru yang seharusnya sampai di Nias Kamis pagi, tapi pesawat di tunda di Medan, jadi baru bisa tiba di Nias jam 2 siang.

Sungguh ajaib Tuhan pimpin semua waktu hari itu begitu pas. Jam 1 aku jemput Merry dan jam 2 kami bisa menjemput Pak Theo di bandara. Bandara berada di tengah antara Idano Gawo dan Gunung Sitoli, jadi kami sekalian jalan pulang ke basecamp bisa sekalian menjemput Pak Theo.

Lewat WA kami melihat bahwa perjalanan tim lain banyak yang jauh lebih susah dari kami. Aku hanya jalan kaki 1 jam, ada yang jalan kaki hampir 3 jam, di jalan licin berlumpur dan harus berkali-kali jatuh terpeleset. Sampai di basecamp, baju dan celana kotor semua. Ada yang harus menyeberang sungai sedada untuk sampai di sekolah yang di tuju. Ada yang harus masuk hutan, naik gunung dengan kondisi jalanan yang sangat sulit.

Dan aku tidak mendengar ada yang berkeluh kesah selama pelayanan ini. Tidak ada yang ngambek minta pulang duluan, tidak ada yang bersungut-sungut minta pindah tim lain yang lebih enak. Semua rela hati .. untuk mengabarkan Injil agar banyak anak Nias mendengar Firman Tuhan dan agar nama Tuhan dipermuliakan.

Foto-foto dari tim lain.




























Siapakah kami? Apakah kami hebat? Bukan. Bukan siapa kami. Tapi siapa Tuhan. Kalau bukan Tuhan yang menggerakan hati kami, kalau bukan Tuhan yang memberi kami hati yang rela, hati yang mengasihi Tuhan, kalau bukan Tuhan yang memampukan kami... sungguh, semua itu tidak akan terjadi. Praise the LORD Almighty.

Buat aku yang tinggal di basecamp Gunung Sitoli, mungkin tidak mengalami pergumulan seperti yang dialami teman-teman yang tinggal di Nias Utara. Kami tinggal di hotel bagus, pelayanan bagus, makanan bagus, tinggal pesan di restoran milik hotel. Tapi teman-teman yang di Nias Utara.. mereka tinggal sederhana di rumah penduduk. Mereka tidak pergi melayani naik mobil, tapi naik ojek dan lanjut jalan kaki.

Tapi sukacita yang aku lihat di wajah-wajah mereka membuat aku amaze... Kalau bukan Tuhan yang berkuasa memberikan kerendahan hati, memberikan kerelaan hati, memberikan beban pelayanan, memberikan kekuatan ... sesungguhnya pelayanan ini tidak akan terjadi.

Welda, yang ketika sampai di Nias sempat berkumpul di basecamp, di hotel tempat aku menginap, dan sorenya dia berangkat ke Nias Utara, mengirimkan WA dengan bbrp foto: berjudul: SEMANGAT!!



















Kata Pak Eri, penginapan OK kok. Saya beristirahat dengan baik, walaupun pernah waktu tangan saya naikkan ke atas kepala, ada kecoa mati yang sedang dirubung semut..


















Pelayanan ini memang banyak mempertontonkah kebesaran Tuhan. Hari ini aku terima foto dan message di WA. Ada 3 orang yang dengan semangat tinggi melakukan pelayanan Nias dengan masalah jantung. Pak Agus, gembala sidang kami, sudah punya jadwal pasang ring bulan October, Pak Tobing, baru saja.. belum lama pasang ring. Dan Pak Djun malah sudah pasang beberapa waktu yang lalu, dan Pak Djun juga belum lama operasi kaki, dia datang ke Nias dengan tongkat. Tapi atas anugerah dan kuasa Tuhan, mereka tetap semangat melayani. Malah katanya Pak Tobing sendiri yang menggotong ojek dan membayar tukang ojek untuk ojek yang dia gendong. hahaa

Pak Djun (kaos biru, kursi roda)
Pak Tobing (kemeja putih)
Pak Binsar (kemeja biru muda)


Pak Agus Marjanto, Pendeta kami (Paling depan)


Pak Tobing ini juga pilot loh.. keren :)



Pak Djun kayak seleb deh ada yang minta tanda tangan.. LOL!





















Dan rasanya mujizat pun terjadi padaku, selama 5 hari tidak merasa lemah, sakit, diare atau pusing sedikitpun. Padahal, aku gak jaga makanan. Santan hayuk, goreng2.. hayuk.. donat pinggir jalan.. hayuk... Hanya waktu hari Sabtu, sudah tidak ada sesi pelayanan ke sekolah, aku ambruk. Kepada sakit dan badan drop, flu menyerang hebat dan aku hanya bisa berbaring sepanjang pagi itu.

Kalau kita diberi kesehatan, kekuatan selagi masih muda, selagi Tuhan masih berkenan.. apakah kita mau melayani Dia sepenuh hati, diutus Tuhan ke tempat yang jauh dan sulit, memberitakan kasih Tuhan dan karya keselamatanNya?

Tuhan yang memiliki kuasa, sanggup melakukan apapun untuk menunjukan kemuliaanNya.
To Him all the GLORY.


Baca post lainnya tentang KKR Nias 2015:

GOD IS GOOD
GOD IS WISE
GOD IS INCOMPREHENSIBLE
GOD IS ALMIGHTY
GOD IS SOVEREIGN

No comments: