Pages

Sep 15, 2022

I'll Fight Well

Sejak di vonis CA Mammae awal Juli 2022, just 2 months ago, my life has changed, a lot.

Kalau dibilang aku siap, mungkin iya mungkin tidak. Kadang (kalau lagi seger) merasa siap. Tapi sering juga broke down dan meraung-raung (literally). Kata dokter sih efek kemo.... "ahem!" 😊

Sebagai manusia, punya rasa kuatir, bingung, putus asa, takut, dll... itu wajar. Perasaan itu harusnya membuat kita sadar, bahwa kita tidak berdaya apa2 , tidak bisa apa2, dan membutuhkan sesuatu atau seseorang yang lebih powerful dari kita untuk menolong kita. Tuhan menciptakan kita dengan kesadaran bahwa kita perlu bergantung pada Dia, Pencipta kita.

Setelah pemeriksaan awal, ternyata bukan kanker ganas saja yang menggerogoti tubuhku. Tapi ditemukan juga ada penebalan dinding rahim yang tidak normal. Selain itu, ada kista yang sudah sangat besar di ginjal kiriku. Jadi... beruntun yaah banyak penyakitnya. Kata dokter, setiap benjolan yang tidak normal pada pasien kanker, harus dicurigai itu berbahaya.

Tidak pernah satu kalipun aku bertanya: Mengapa ini terjadi padaku? Never, not once. Aku menyadari sepenuhnya Tuhan berdaulat untuk menetapkan hidupku. Mungkin saja ini hukuman untuk semua dosa-dosaku. Tuhan ingin memurnikan aku. Atau, mungkin juga Tuhan mau memakai kesulitan ini untuk memberkati aku dan banyak orang, nantinya.Walaupun seringkali sangat sulit untuk bisa mengerti dan menyelami rencana Tuhan, yang pasti aku tahu, Tuhan baik dan ketetapanNya tidak pernah salah. Salah satu contoh tulisan yang baik dan memberkati aku di awal pandemi mengenai kedaulatan Tuhan adalah Coronavirus and Christ, by John Piper.

"ini saatnya menghidupi semua Firman yang sudah Bu Ema dengar, bahkan sudah Bu Ema sampaikan kepada anak-anak Sekolah Minggu."

"saya kok tidak kuatir karena saya tahu Bu Ema strong, easy going.. pasti bisa melewati ini semua."

"Sungguh! Tuhan itu nyata dan hidup justru ketika kita dalam kelemahan dan kesulitan." 

"dan ... puluhan ayat-ayat yang menguatkan lainnya"

Oh, I know all of those!! Tapi seringkali, di dalam waktu-waktu yang gelap, sulit sekali melihat tangan Tuhan. Di dalam ketakutan, sulit sekali mengenggam kebenaran Firman. Di dalam keputusasaan, sulit sekali untuk bisa mengerti kuasa Tuhan.

Kemo Pertama 
Aku menghabiskan waktu 7 hari di RS (13-19 Juli 2022). Karena selain ada pemeriksaan awal (Mamografi, CT scan dan MRI), aku juga harus menjalani biopsi dan kuret di saat yang bersamaan. Efek: mual muntah, virus gondong (parotis) dan seminggu setelahnya, rambut langsung rontok. Aku langsung botak. Tapi, minggu berikutnya aku sudah bisa ke kantor seperti biasa. Yayy!! Sayangnya, demi alasan medis kemo pertama ini dianulir dokter. Jumlah kemo yang 6x harus di reset ulang.

Ok, Kemo Kesatu 😁
2 malam saja di RS (5-7 Agustus 2022). Efek: mual, muntah, diare. Terjadi kehebohan karena setelah pulang RS sampai 9 hari ke depan, aku tidak bisa makan dan minum. Kata teman yang sudah jadi cancer survivor, efek kemo memang terjadi di hari 3,4 sampai ke 7. Jadi aku kira ya sudah, cari pertolongan nanti pas kontrol dokter saja di hari ke-9. Waktu masuk ruang dokter dengan kursi roda, muka kuyu dan pucat.. dokter langsung ngomel. Bu... kalau diare sehari lebih dari 5x, langsung IGD Bu. Ini Ibu diare dan enggak makan 9 hari.. ck ck ck.... Bingung sendiri dia... Lol! Akhirnya aku harus dirawat lagi.

Kemo Kedua
Dokter mengiyakan bahwa efek kemo biasanya di hari ke-3 baru muncul. Tapi, beberapa jam setelah kemo kedua, aku langsung muntah dan diare. Akhirnya 4 malam nginep di RS (30 Ag - 3 Sep 2022). Di rumah, muncullah efek2 lain: spoting dari rahim, kulit kepala botakku lecet2, tangan bengkak dan gatal seperti terbakar, ditambah mual muntah dan diare yang tidak juga reda. Mengingat pesan dokter, hari Rabu, 7 September 2022 kemarin, aku memasukkan diriku lagi ke RS. Dan baru boleh pulang hari Minggu, 11 September 2022.

Mengenai spoting dari rahim. Penebalan pada dinding rahim-ku menunjukan ada perubahan massa dibanding saat awal dikuret bulan Juli. Dokter menjelaskan: bisa jadi itu metastase sel yang sama seperti yang di payudara, atau lebih parah lagi.. itu adalah sel kanker baru yang tumbuh di rahim. Sejak awal waktu kuret, memang dokter menetapkan untuk angkat rahim saja. Aku tidak keberatan. Hanyaa... bagaimana menentukan tanggal operasi kalau jarak waktu dari 1 kemo ke kemo berikutnya hanya 3 minggu. Dan 2 minggu di dalamnya adalah masa-masa sulit dan lemah. Kalau setelah operasi dan jahitan belum pulih, tubuh belum kuat lalu aku harus kemo lagi... bisa fatal. Btw, jadwal kemo tidak bisa diganggu gugat, termasuk aku sama sekali tidak boleh kena covid. Kalau jadwal kemo berantakan, semua treatment yang sulit dan menyakitkan ini akan percuma dan result-nya bisa fatal.

Sebagai manusia normal, sejujurnya aku takut sekali menghadapi kemo-kemo berikutnya. Aku memikirkan hal-hal yang mengerikan, membicarakan kemungkinan stop kemo dan beralih ke alternatif. Karena sungguh, pernyataan "cancer treatment is difficult and painful" is so understatement. 

Pagi ini, saat teduh aku serasa memberi tamparan kanan-kiri bolak-balik.

"How can you glorify God if you play the coward? Saints have often sung God's high praises in the fires, but will your doubting and desponding, as if you had none to help you, magnify the Most High?"

C.H. Spurgeon once said: "The crucible of adversity is a less severe trial to the Christian than the refining pot of prosperity." Tapi aku rasa, dalam kesulitanpun kita bisa berdosa dengan tidak mempercayai Allah dan segala pertolonganNya.

Aku berdoa supaya tidak mempermalukan nama Tuhan di dalam kesulitan-kesulitan yang Tuhan izinkan. 

I'll fight well!!